Kamis, 25 Desember 2008

klik di sini !!
http://greenenergydedication.blogspot.com

KEBUTUHAN AKAN BIODIESEL MAKIN BERTAMBAH

Jumlah kebutuhan biodiesel akan sangat besar di dalam negeri dan luar negeri. Di Indonesia diperkirakan pemakai solar per tahun 44 juta kiloliter. Menurut data dari Direktorat Jenderal Energi dan Sumber Daya Mineral, untuk industri sekitar 6 juta kiloliter solar. Bila memakai 20 persen biodiesel maka diperlukan 1.200.000 kiloliter/tahun.Untuk kebutuhan PLN sekitar 12 juta kiloliter solar, bila memakai 20 persen biodiesel maka dibutuhkan 2.400.000 kiloliter/tahun. Sedangkan sektor transportasi saja membutuhkan 26 juta kiloliter solar dan jika memakai 2 persen biodiesel maka dibutuhkan 520.000 kiloliter.Total kebutuhan biodiesel secara nasional mencapai 4.120.000 kiloliter/tahun. Sementara kemampuan produksi biodiesel pada 2006 baru 110.000 kiloliter/tahun. Pada 2007 baru akan ditingkatkan kapasitasnya sampai 200.000 kiloliter/tahun.Sementara produsen lain pada 2007 akan mulai beroperasi. Mungkin kapasitas akan mencapai sekitar 400.000 kiloliter/tahun.Sektor otomotif saat ini belum disentuh/tersentuh, apa hambatannya. Bukankah kebutuhan di sektor ini juga luar biasa?

PENINGKATAN KEBUTUHAN BIODIESEL DI INDONESIA

Indonesia Produsen Utama Biodiesel


04-12-2008
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro saat memberi "keynote speech" dalam SP Forum bertema "Quo Vadis Energi Nasional?", di Jakarta, Rabu (3/12). [JAKARTA] Indonesia akan menjadi negara penghasil utama biodiesel dunia. Produksi biodiesel di Indonesia yang saat ini mencapai 2 juta kiloliter (KL) per tahun akan segera meningkat menjadi 5 juta KL per tahun.
"Jadi, untuk biodiesel memang kita akan leading. Kita akan terus tingkatkan produksi biodiesel, apalagi dengan menurunnya harga minyak sawit, kalangan pengusaha sawit mendorong agar pemanfaatan sawit di dalam negeri untuk produksi biodiesel diperbesar. Tentu ini peluang yang sangat bagus untuk masa depan energi nasional," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro saat memberi keynote speech dalam SP Forum "Quo Vadis Energi Nasional?" yang diselenggarakan Suara Pembaruan di Jakarta, Rabu (3/12). Konsumsi bahan bakar nabati (BBN) sebagai energi terbarukan (renewable energy) di Indonesia maupun dunia saat ini masih rendah, yakni di bawah 10 persen dari konsumsi total energi. Energi fosil (minyak bumi, gas dan batu bara, Red) diperkirakan masih akan dominan hingga 20-30 tahun ke depan. Guna mendorong pengembangan dan pemanfaatan BBN, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan, termasuk aturan mengenai kewajiban pemakaian biodiesel. Dalam Kebijakan Energi Nasional pemerintah menargetkan pada 2025 pemakaian BBN mencapai 5 persen dalam bauran energi nasional (energy mix). Berdasarkan data Departemen ESDM (Januari 2008) cadangan minyak bumi Indonesia saat ini sekitar 9 miliar barel. Dengan tingkat produksi sekitar 1 juta barel per hari, diperkirakan akan habis dalam waktu sekitar 20 tahun. Cadangan gas alam, sebesar 188 triliun kaki kubik dan diperkirakan cukup untuk 62 tahun lagi bila produksi berkisar 3 triliun kaki kubik per tahun. Sedangkan, batu bara yang juga bahan bakar fosil namun diharapkan menjadi bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi, cadangannya sebesar 90,4 miliar ton, terdiri dari batu bara kalori tinggi dan kalori rendah.

SUBSIDI BAHAN BAKAR AKAN TERUS DI KURANGI

Penghematan Subsidi Minyak Tanah 2008 Rp9 Triliun

JAKARTA--MI: Program konversi minyak tanah ke elpiji yang diharapkan bisa menghemat subsidi minyak tanah mulai menunjukkan hasilnya. Selama 2008, dana sejumlah Rp9 Triliun berhasil dihemat dari program tersebut. "Kita menginginkan konversi ini secepatnya selesai, karena memang berkontribusi besar terhadap penghematan subsidi minyak tanah. Untuk 2008 ini kita meghemat Rp9 triliun yang didapat dari subsidi minyak tanah," kata Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Ari H Sumarno di Jakarta, Rabu (24/12). Namun, ia mengakui masih ada kendala untuk mengejar target realisasi konversi hingga akhir 2010 itu. Selain pasokan tabung ukuran 3 kg dan 12 kilogram yang masih kurang, belum memadainya sarana dan prasarana juga turut menghambat program ini. "Kita masih menghadapi masalah terbatasnya stasiun pengisian bahan bakar elpiji (SPBE), terminal serta truk pengangkut. Pemerintah mensyaratkan produksi truk pengangkut elpiji itu di dalam negeri, sebagai cara untuk mendukung sektor riil. Namun dengan kemampuan industri karoseri otomotif nasional yang belum memadai, kita masih berkutat dengan kendala distribusi,"

klik blog di bawah ini !!

http://greenenergydedication.blogspot.com

JUMLAH BIJI JARAK YANG DI GUNAKAN

BBM alternatif dari tanaman jarak pagar ini adalah 100 % biodiesel alami. Dari 10 kg buah jarak, bisa dihasilkan 3,5 liter minyak jarak yang sama kualitasnya dengan solar. Proses pembuatan minyak jarak, hampir sama dengan proses pembuatan minyak dari tanaman lain yang harus melewati beberapa tahap, yaitu:

(1) pembersihan biji,
(2) pemasakan biji;
(3) pengeringan biji;
(4) pengepresen biji jarak untuk menghasilkan minyak biodiesel dan ampas yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pupuk.

KEUNGGULAN TANAMAN JARAK PAGAR

Pada umumnya, tanaman jarak memiliki beberapa keunggulan, meliputi:

(1) tahan terhadap kekeringan dan dapat tumbuh subur pada berbagai jenis tanah dan mudah beradaptasi dengan baik di lahan manapun;
(2) tidak terlalu memerlukan perawatan;
(3) dapat beradaptasi terhadap berbagai kondisi iklim;
(4) daunnya tidak dikonsumsi oleh ternak;
(5) dapat bertahan dalam waktu yang lama pada kondisi kering;
(6) mudah berkembangbiak;
(7) pertumbuhannya cepat, dan dapat dipanen pada umur 6-8 bulan;
(8) setelah menghasilkan biji pada tahun kedua dan seterusnya dapat berproduksi sampai umur 40-50 tahun;
(9) ampas minyak jarak merupakan bahan organik yang sangat baik untuk dijadikan sebagai pupuk; dan
(10) dapat digunakan sebagai tanaman hijauan dan reboisasi.

Rabu, 24 Desember 2008

BIODIESEL DARI SAWIT

"Biodiesel dan Bioetanol, kedua bahan bakar ini dihasilkan dari berbagai tanaman yang ada di Indonesia. Dengan kemampuan seperti itu, maka tidak ada alasan untuk tidak mengembangkan energi biodiesel ini," katanya.
Menurut dia, perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkembang dengan pesat sejak awal tahun 80-an dan hingga akhir 2003 luas total perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah mencapai 4,9 juta hektar dengan produksi CPO (crude palm oil) sebesar 10,68 juta ton.
Perkembangan perkebunan sawit ini, katanya, masih akan terus berlanjut dan diperkirakan dalam lima tahun mendatang Indonesia akan menjadi produsen CPO terbesar di dunia dengan total produksi sebesar 15 juta ton/tahun.
Salah satu produk hilir dari minyak sawit yang dapat dikembangkan di Indonesia - selain sebagian besar hasilnya masih dieskpor dalam bentuk CPO, dan di dalam negeri diolah menjadi produk pangan, terutama minyak goreng--adalah biodiesel, yang dapat digunakan sebagai "bahan bakar alternatif", terutama untuk mesin diesel.
"Dengan semakin tingginya harga minyak bumi akhir-akhir ini, sudah saatnya apabila Indonesia mulai mengembangkan biodiesel, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor," katanya.
Ia mengungkapkan, biodiesel ini adalah bahan bakar cair yang diformulasikan khusus untuk mesin diesel yang terbuat dari minyak nabati (bio-oil), tanpa perlu memodifikasi mesin dieselnya.
"Untuk pemakaian Biodiesel ini, bisa pure biodiesel, maupun sebagai bahan substitusi pada petrodiesel, dengan campuran antara 5 sampai 20%. Berbagai kendaraan, mulai dari truk, bus, traktor, hingga mesin-mesin industri bisa menggunakan bahan bakar biodiesel ini," katanya.
Bahkan, kata dia, sebuah mobil Toyota Innova keluaran terbaru - dengan mesin commond real-nya--bisa menggunakannya. Ia memberi contoh bahwa salah satu mobil Toyota Innova milik para peneliti sudah mampu menempuh jarak 9.195 km dengan menggunakan bahan bakar biodiesel
.

INDONESIA ADALAH NEGARA TERBESAR DALAM MENGHASILKAN BIODIESEL

Dewasa ini, Indonesia adalah penghasil minyak sawit terbesar kedua dunia. Minyak tersebut diperoleh melalui usaha budidaya sawit dengan produk panen tandan buah segar (TBS), yang jika diolah menghasdkan nunyak nabati. Minyak nu dapat dikembangkan sebagai bahan baku produk kimia, pangan dan sebagainya. Minyak nabati berupa minyak sawit dan turunannya selain digunakan di dalam negeri, sejumlah besar di ekspor ke manca negara.Beberapa negara penghasil minyak nabati saat ini, telah menggunakannya sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Ini adalah campuran senyawa metil ester asam-asam lemak yang diperoleh via esterifikasi minyak nabati dengan metanol. Usaha pengadaan bahan baku tentunya terkait pada usaha budidaya pertanian dan pengolahan pasca panen. Usaha "perkebunan energi" termaksud mestinya memenuhi persyaratan teknik-energetik bahwa kandungan energi bahan bakar hayati yang dihasilkan (elemen output) lebih besar dari jumlah total segala bentuk energi berbasis fosil yang dikonsumsi selama pembudidayaan tanaman dan pengolahan pasca panennya (elemen input), mengingat bahan bakar hayati pada hakekatnya adalah akumulator energi surya. Oleh karena itu kelayakan teknisnya dapat ditentukan oleh besar nilai nisbah produktivitas energinya (NPE = energi terbarukan yang dihasilkan dibagi oleh energi fosil yang dikonsumsi) usaha tersebut.Perhitungan-perhitungan yang didasarkan pada data hasil survey lapangan ke perkebunan-perkebunan dan pabrik-pabrik pengolahan di Surnatera Utara (yang sebenarnya dimaksudkan untuk mempnoduksi bahan pangan) dan dilengkapi data literatur untuk pabrik biodiesel menghasilkan nilai-nilai NPE yang > 3 untuk bahan baku CPO + PKO, >4 untuk CPO dan sangat besar untuk fraksi stearin. NPE@ juga menunjukkan bahwa umpan stearin memiliki nilai tertinggi. Ini menunjukkan bahwa pembudidayaan dan pengolahan sawit untuk menghasilkan energi terbarukan (dalam bentuk minyak sawit dan inti sawit) secara teknik-energetik dapat dipertanggung jawabkan.

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL

Pada pembuatan biodiesel, sebelum bahan baku (trigliserida) ditransesterifikasi dilakukan beberapa tahap pemurnian (refining). Tahap ini dimaksudkan untuk menghilangkan berbagai bahan yang tidak diinginkan seperti fosfatida, asam lemak bebas, lilin, tokoferol, zat warna dan zat pengotor lainnya yang dapat memperlambat reaksi. Tahap pemurnian ini terdiri atas proses degumming, netralisasi, pemucatan (bleaching) dan deodorasasi.
Proses degumming dimaksudkan untuk menghilangkan getah atau lendir yang terdiri atas fostatida, protein, residu, karbohidrat dan air tetapi tidak dapat mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Fostatida pada minyak kelapa sawit (CPO) sebesar 0,60 persen. Fosfatida akan membuat minyak menjadi gelap (turbid) selama penyimpanan dan mengakibatkan berkumpulnya air pada produk ester. Biasanya pemisahan ini dilakukan dengan menambah air pada suhu 60-90 derajat Celsius dan diikuti sentrifugasi (pemusingan), kemudian ditambahkan larutan asam seperti asam fospat.
Deasidifikasi dilakukan untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa sehingga membentuk sabun. Proses ini dimaksudkan untuk mencagah bau tengik pada produk.
Pemucatan (bleaching) dan deodorisasi untuk menghilangkan zat warna dan bahan berbau dari bahan berlemak. Pemucatan dilakukan dengan mencampurkan minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah pemucat (bleaching earth), bentonit, lempung aktif, arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia. Pemucatan ini merupakan cara konvensional dan proses pemurnian secara fisik. Pada proses pemucatan menggunakan adsorben, akan menyerap zat warna dari senyawa karoten, karotenoid, xantrofil dan klorofil.
Selain itu, pemucatan dapat mengurangi zat pengotor baik yang berasal dari minyak itu sendiri seperti protein, sterol, tokoferol, hidrokarbon, asam lemak bebas, peroksida dan sebagainya maupun zat pengotor akibat dari proses ekstraksi minyak dari tumbuhan. Pemucatan yang sering digunakan adalah gabungan dua adsorben seperti arang aktif dan bentonit dengan perbandingan 1:0 sampai 1:20. Sedangkan untuk proses penghilangan bau atau deodorisasi dapat dilakukan dengan cara distilasi uap.
Setelah pemurnian, bahan baku (trigliserida) dapat langsung diproses menjadi biodiesel.

MEMANFAATKAN MINYAK JELANTAH MENJADI ENERGI TERBARUKAN

Minyak jelantah (waste cooking oil) merupakan limbah dan bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya. Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan.
Salah satu bentuk pemanfaatan minyak jelantah agar dapat bermanfaat dari berbagai macam aspek ialah dengan mengubahnya secara proses kimia menjadi biodiesel. Hal ini dapat dilakukan karena minyak jelantah juga merupakan minyak nabati, turunan dari CPO (crude palm oil). Adapun pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ini menggunakan reaksi transesterifikasi seperti pembuatan biodiesel pada umumnya dengan pretreatment untuk menurunkan angka asam pada minyak jelantah.

KEUNGGULAN BIODIESEL DI BANDING SOLAR

Biodiesel merupakan sumber energi alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan, tidak mengandung sulfur dan tidak beraroma. Penelitian yang telah dilakukan tentang biodiesel dan telah ditemukan penggunaan langsung minyak tanaman murni sebagai pengganti solar. Dibanding bahan bakar solar, biodiesel memiliki beberapa keungulan, meliputi:

(1) biodiesel diproduksi dari bahan pertanian, sehingga dapat terus diperbaharui;
(2) ramah lingkungan karena tidak ada emisi gas sulfur;
(3) aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung racun;
(4) meningkatkan nilai produk pertanian Indonesia;
(5) memungkinkan diproduksi dalam skala kecil dan menengah sehingga bisa diproduksi di daerah pedesaan; dan
(6) menurunkan ketergantungan suplai minyak dari negara asing yang harganya selalu berfluktuasi dan terus meningkat

APA ITU JARAK PAGAR ??

Jatropha curcas (jarak pagar) merupakan salah satu tanaman yang paling prospektif untuk diproses menjadi Biodiesel karena selain relatif mudah ditanam, toleransinya tinggi terhadap berbagai jenis tanah dan iklim, produksi minyak tinggi, serta minyak yang dihasilkan tidak dapat dikonsumsi oleh manusia sehingga tidak mengalami persaingan dengan minyak untuk pangan. Minyak jarak pagar berwujud cairan bening berwarna kuning dan tidak menjadi keruh sekalipun disimpan dalam jangka waktu lama.
Tanaman Jatropha curcas (jarak pagar) termasuk tanaman semak dari keluarga Euphorbiaceae yang tumbuh cepat dengan ketinggian mencapai 3 – 5 meter. Umumnya, seluruh bagian dari tanaman ini mengandung racun sehingga hampir tidak memiliki hama. Tanaman ini mulai berbuah pada umur 5 bulan, dan mencapai produktivitas penuh pada umur 5 tahun. Buahnya berbentuk elips dengan panjang sekitar 1 inchi (sekitar 2,5 cm) dan mengandung 2 – 3 biji. Usia Jatropha curcas apabila dirawat dengan baik, dapat mencapai 50 tahun.

PEMBUATAN BIODIESEL DARI JARAK

Dalam proses pengolahan biji jarak menjadi biodiesel, dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu :
1. Proses Pembuatan Crude Jatropha Oil (CJO)
- Biji jarak dibersihkan dari kotoran dengan cara dicuci secara manual atau masinal (dengan mesin).
- Biji direndam sekitar 5 menit di dalam air mendidih, kemudian ditiriskan sampai air tidak menetes lagi.
- Biji dikeringkan dengan menggunakan alat pengering atau dijemur di bawah matahari sampai cukup kering, kemudian biji tersebut dimasukkan ke dalam mesin pemisah untuk memisahkan daging biji dari kulit bijinya.
- Daging biji yang telah terpisah dari kulitnya, digiling dan siap untuk dipres. Lama tenggang waktu dari penggilingan ke pengepresan diupayakan sesingkat mungkin untuk menghindari oksidasi.
- Proses pengepresan biasanya meninggalkan ampas yang masih mengandung 7 – 10 % minyak. Oleh sebab itu, ampas dari proses pengepresan dilakukan proses ekstraksi pelarut, sehingga ampasnya hanya mengandung minyak kurang dari 0,1% dari berat keringnya. Pelarut yang biasa digunakan adalah pelarut n – heksan dengan rentang didih 60 – 70 0C.
- Tahap ini menghasilkan Crude Jatropha Oil (CJO), yang selanjutnya akan diproses menjadi Jatropha Oil (JO).

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KATALITIK

Biodiesel merupakan monoalkil ester dari asam-asam lemak rantai panjang yang terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi transesterikasi trigliserida dan atau reaksi esterifikasi asam lemak bebas tergantung dari kualitas minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku. Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek seperti methanol atau etanol (pada saat ini sebagian besar produksi biodiesel menggunakan methanol) menghasilkan metil ester asam lemak ( Fatty Acids Methyl Esters / FAME) atau biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai produk samping. Katalis yang digunakan pada proses transeterifikasi adalah basa /alkali, biasanya digunakan natrium hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH). Esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak bebas (FFA) dengan alkohol rantai pendek (metanol atau etanol) menghasilkan metil ester asam lemak (FAME) dan air. Katalis yang digunakan untuk reaksi esterifikasi adalah asam, biasanya asam sulfat (H2SO4) atau asam fosfat (H2PO4). Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel secara komersial dibedakan menjadi 2 yaitu :
0 (1). Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan kandungan FFA rendah.
(2).Esterifikasi dengan katalis asam ( umumnya menggunakan asam sulfat) untuk minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan transesterifikasi dengan katalis basa.
Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan FFA rendah secara keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol dari metil ester, pemurnian metil ester (netralisasi, pemisahan methanol, pencucian dan pengeringan/dehidrasi), pengambilan gliserol sebagai produk samping (asidulasi dan pemisahan metanol) dan pemurnian metanol tak bereaksi secara distilasi/rectification.
Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak nabati mengandung FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi (> 5%) langsung ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan katalis membentuk sabun.
Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup besar dapat menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya emulsi selama proses pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga mengurangi kadar FFA dalam minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester.

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA NON KATALITIK

Pembuatan biodiesel secara katalitik mempunyai 2 problem yang berakibat pada masih tingginya biaya produksi biodiesel. Pertama, berkaitan dengan sifat alami dari campuran minyak nabati dan metanol yang tidak saling larut (membentuk 2 fasa) sehingga proses reaksi memerlukan pengadukan yang sangat kuat. Proses pembuatan biodiesel secara non-katalitik mempunyai beberapa kelebihan diantaranya adalah tidak memerlukan penghilangan FFA dengan cara refining atau pra-esterifikasi. Reaksi esterifikasi dan transesterifikasi dapat berlangsung dalam satu reaktor sehingga minyak dengan kadar FFA tinggi dapat langsung digunakan. Selain itu karena tanpa menggunakan katalis, proses pemisahan dan pemurnian produk menjadi lebih sederhana dan ramah lingkungan. Namun proses non-katalitik biasanya menggunakan metanol sangat berlebih dengan temperatur dan tekanan operasi lebih tinggi bila dibandingkan dengan proses katalitik bahkan beberapa peneliti melakukan percobaan pada kondisi superkritik metanol (350 – 500o C, 19 – 105 MPa).
Penggunaan reaktor bertekanan tinggi selain memerlukan investasi (harga reaktor) dan biaya produksi tinggi juga beresiko membahayakan keamanan dan keselamatan karena menjadi lebih mudah meledak (eksplosif), sehingga untuk diterapkan pada skala komersial masih perlu dipertimbangkan. Untuk itu perlu dikembangkan proses non katalitik yang lebih murah dan aman.

BIODIESEL DARI ALGA

Alga Penghasil Biodiesel

Alga adalah salah satu organisme yang dapat tumbuh pada rentang kondisi yang luas di permukaan bumi. Alga biasanya ditemukan pada tempat-tempat yang lembab atau benda-benda yang sering terkena air dan banyak hidup pada lingkungan berair di permukaan bumi. Alga dapat hidup hampir di semua tempat yang memiliki cukup sinar matahari, air dan karbon-dioksida.
pengolahan alga pada lahan seluas 10 juta acre (1 acre = 0.4646 ha) mampu menghasilkan biodiesel yang akan dapat mengganti seluruh kebutuhan solar di Amerika Serikat (Oilgae.com, 26/12/2006). Luas lahan ini hanya 1% dari total lahan yang sekarang digunakan untuk lahan pertanian dan padang rumput (sekitar 1 milliar acre). Diperkirakan alga mampu menghasilkan minyak 200 kali lebih banyak dibandingkan dengan tumbuhan penghasil minyak (kelapa sawit, jarak pagar, dll) pada kondisi terbaiknya. Semua jenis alga memiliki komposisi kimia sel yang terdiri dari protein, karbohidrat, lemak (fatty acids) dan nucleic acids. Prosentase keempat komponen tersebut bervariasi tergantung jenis alga. Ada jenis alga yang memiliki komponen fatty acids lebih dari 40%. Dari komponen fatty acids inilah yang akan diekstraksi dan diubah menjadi biodiesel. Secara umum, potensi alga untuk menghasilkan biodiesel sangat besar dan jauh lebih besar dibandingkan tumbuhan penghasil minyak (kelapa sawit, jarak pagar, dll). Hal ini akan memberikan peluang yang besar untuk dapat mengganti kebutuhan solar dalam suatu negara.